Kata-kata tidak pernah menghianati pengucapnya. Begitupun tatapan matamu yang tidak pernah menghianati hatimu.
Melihat matamu, segala kebohongan tidak akan bisa terjadi. Hanya laki-laki bodoh yang berani membuat mata itu berkaca-kaca.
Sayangnya, mungkin saya adalah lelaki bodoh itu.
Lelaki bodohmu.
Sudah lama sekali rasanya saya tidak menulis puisi. Sejauh yang saya ingat, tulisan terpanjang saya adalah balasan whatsapp kepada klien yang menjelaskan kenapa dia harus tetap bersabar. Tidak ada kata puitis, tidak ada tulisan sebab akibat yang kususun berdasarkan bacaan berbulan-bulan yang tak kunjung usai.
Yang ada hanyalah perasaan terburu-buru ini.
Perasaan terburu-buru untuk bertemu denganmu.
Sialnya, kamu mungkin tidak seterburu-buru itu. Atau setidaknya, itu yang kupikirkan.
Malam ini saya ingin menyapamu lagi, dan mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja. Meskipun pada kenyataannya, kita berdua tahu, bahwa tidak ada yang baik-baik saja.
Tidak ada apa-apa…
Hanya kekosongan.
Jadi, saya mohon, kalau kamu senggang, jangan baca puisi ini, tapi balaslah apa yang menunggu untuk dibalas.
Kalau kamu senggang, jangan baca puisi ini, tapi datanglah ke tempat terakhir kita bertemu.
Sekali lagi.
Yogyakarta, 4 Agustus 2018